Siswa dan siswi yang tinggal di perbatasan antara Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, merupakan contoh inspiratif. Meskipun berada di daerah terpencil, mereka telah menunjukkan kemandirian dan jiwa wirausaha yang luar biasa melalui batik.
SMKN 2 Gedangsari mengikuti kegiatan Pembatik Cilik yang diselesnggarakan oleh Astra bersama dengan Sekolah binaan Astra di Lingkungan Tegalrejo Gedangsari pada hari senin 9 Oktober 2023 di SDN Tengklik. Di Kalurahan Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, siswa-siswi kini telah berhasil menciptakan motif-motif batik yang diminati oleh banyak orang. Mereka telah mampu menghasilkan pendapatan sendiri melalui karya-karya mereka yang laris di pasaran.
Kegiatan ini meliputi membatik bersama siswa SD, SMP, SMK, kemudian penyerahan Tabungan SimPel dari Bank BPD DIY, kemudian dilanjutkan dengan fashion show pembatik cilik.
Regenerasi dan pelestarian budaya batik menjadi salah satu tujuan utama didirikannya komunitas tersebut di Gedangsari. Bekerja sama dengan pendiri Komunitas Pembatik Cilik dari Kota Batu, Malang, Anjani Sekar Arum, YPA- MDR berupaya agar kampung wisata batik di Di Kalurahan Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, dapat terus berkembang.
Koordinator Bidang Kecakapan Hidup dan Seni Budaya YPA-MBR Dwi Oki menjelaskan, keempat sekolah tersebut telah menjadi binaan Astra sejak 2007. Pihaknya memfasilitasi sekolah dengan sarana prasarana membatik dengan tujuan melestarikan batik lewat anak-anak.
“Kami pilih sekolah dan anak-anak yang minat dan bakat di bidang batik untuk dilatih dengan Bu Anjani selaku PIC Pembatik Cilik di Wilayah DIY sejak 2021. Jadi kami bekerjasama dengan masyarakat, supaya bisa melestarikan budaya membatik,” jelas Dwi Oki.
Melalui komunitas ini, anak-anak tidak hanya diajari membatik, mereka juga dapat menjual karya batik mereka melalui pameran-pameran yang diselenggarakan Astra. Uang hasil penjualan batik pun akan masuk ke tabungan pendidikan yang bekerja sama dengan Bank BPD DIY.
Sebagai pembina Komunitas Pembatik Cilik, Anjani Sekar Arum menegaskan mereka tidak memperkerjakan atau mengeksploitasi anak-anak. Para pembatik cilik akan membatik di sela waktu luang mereka, dan tidak ada target kapan harus menyelesaikan karya batik mereka.
“Kami tidak mengeksploitasi anak untuk bekerja. Komunitas ini untuk memotivasi siswa menghasilkan uang melalui pelestarian batik, dan uang itu dapat digunakan untuk pendidikan mereka selanjutnya,” ungkapnya.
Selain belajar membatik, anak-anak pembatik cilik juga memberikan edukasi membatik untuk wisatawan di Kampung Wisata Batik Cilik di Di Kalurahan Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, Mereka memperagakan karya batik mereka sendiri dalam fashion show yang diadakan dalam menyambut Hari Batik Nasional.
Meski masih tergolong baru, batik yang dihasilkan oleh para pembatik cilik binaan Anjani telah beberapa kali terjual dalam berbagai pameran nasional. Karya para pembatik cilik ini telah terjual dalam kisaran harga Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Selain itu, karya-karya mereka juga digunakan sebagai seragam di sekolah mereka masing-masing, sehingga mengurangi beban biaya seragam bagi orangtua mereka dan menjadi sumber pemasukan tersendiri.
Kegiatan membatik yang dilakukan oleh YPA-MDR di sekolah binaan, telah mendukung predikat “Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia” yang dinobatkan oleh Dewan Kerajinan Dunia (World Craft Council), salah satunya yaitu ketika Kecamatan Gedangsari terpilih menjadi salah satu destinasi perhelatan Jogja International Batik Biennale (JIBB) tahun 2018 lalu. Pada acara dengan lingkup internasional tersebut, Presiden World Craft Council Dr. Ghada Hijjawi Qaddumi secara langsung mengunjungi salah satu sekolah binaan YPA-MDR yaitu SMKN 2 Gedangsari, yang dipilih menjadi salah satu perwakilan sekolah yang berhasil melestarikan budaya batik.
Pembentukan komunitas pembatik cilik ini dapat melestarikan batik yang merupakan salah satu identitas budaya Yogyakarta, dan juga dapat membantu potensi perkembangan industri.